Oleh: Dr. Harris Tambayong, SH., M.Hum*)
Mengidentifikasi kasus tindak korupsi membuahkan kenyataan pahit perilaku politik di Tanah Air. Korupsi di lingkungan birokrasi tumbuh subur, ternyata dipicu oleh buruknya perilaku politik seseorang.
Dalam konteks korupsi di lingkungan birokrasi, peran perilaku politik menjadi penting. Dari hasil analisa dalam lima tahun terakhir, ternyata motif balas budi politik mendominasi.
Baca Juga: TIGA KEJANGGALAN PROYEK PAMSIMAS DI JOMBANG - JAWA TIMUR
Apakah Balas Budi Politik?
Sudah lazim, seorang kandidat (bupati, walikota, gubernur, hingga presiden), dalam proses pencalonan melakukan lobi politik. Lobi tersebut bisa menyasar segala lini, misalnya ormas, parpol, hingga pengusaha.
Muncullah kesepahaman dukungan yang berujung pada deal-deal tertentu. Akibat lanjutnya adalah jika yang bersangkutan terpilih, bisa dipastikan akan tersandera oleh deal politis tersebut.
Baca Juga: LAPOR KPK...! DUGAAN OKNUM PEJABAT JOMBANG 'RAMPOK' MILIARAN DANA CSR
Kebobrokan Demokrasi
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana seorang pimpinan daerah terpilih memenuhi deal-deal tersebut? Pada titik inilah, ruang korupsi muncul.
Bupati, walikota, gubernur, akan melakukan segala cara untuk 'membalas budi' ormas, parpol, atau pengusaha yang mendukungnya.
Bisa dipastikan, jika itu yang terjadi, sejatinya kita sedang berada dalam kebobrokan demokrasi. Kekuasaan tersandera laku balas budi yang berujung tindak korupsi.
Apakah bupati, walikota, gubernur terpilih dalam Pilkada 2024 di daerah Anda juga tersandera? Sebaiknya, mari kita cermati bersama.*
*) Dosen dan Pengamat Politik di Malang, Jawa Timur.
Baca Lainnya:
Editorial - Siapa Menjagal RUU Perampasan Aset?
0 Komentar